Perdagangan Internasional dan Krisis Global
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perekonomian
yang terjadi saat ini mengacu pada perekonomian terbuka, dimana dalam kondisi
ini setiap negara melakukan perdagangan antar negara atau perdagangan
internasional. Tujuan dari suatu negara melakukan Perdagangan adalah
peningkatan welfare atau kemakmuran dari negara tersebut, yang diindikasikan
dengan meningkatnya GDP (Gross domestic
Products), meningkatnya Industrialisasi, kemajuan transportasi, dan usaha
pengembangan kearah globalisasi. Hubungan Perdagangan Internasional tersebut
kemudian menciptakan suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan dan
stabil. Namun Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah
mempengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan dunia. Menurut
perspektif ekonomi, perdagangan antar satu negara dengan negara lain saling
berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Dalam hal ini, Impor suatu
negara merupakan ekspor bagi negara lain, sehingga dimungkinkan resesi di satu
negara akan menular dan mempengaruhi negara lainnya secara global, karena
penurunan impor di satu tempat menyebabkan tertekannya ekspor di tempat lain.
Saat ini hampir semua negara-negara di dunia
menganut sistem pasar bebas sehingga terhubung satu sama lain. Sistem tersebut
menyebabkan aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain,
dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara
memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis membutuhkan
regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya dapat dipastikan
akan berbeda, sehingga dampak krisis ekonomi juga akan berbeda. Secara umum,
negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental
ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental ekonomi sebuah negara
salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat.
Krisis
keuangan global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat
memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global dan perdagangan
internasional secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan
Amerika, Eropa, maupun Asia Pasifik, merasakan dampak akibat krisis keuangan
global tersebut. Dampak tersebut terjadi karena tiga permasalahan, yaitu adanya
investasi langsung, investasi tidak langsung, dan perdagangan.
Di negara
kita sendiri, Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen dan keberhasilan penerapan
kebijakan di bidang ekonomi yang lain serta pemberantasan korupsi diyakini
sebagai fundamental perekonomian negara yang kuat. Selain itu, Berbagai upaya
lainnya juga telah diambil. Mulai dari pencairan anggaran belanja departemen
untuk membantu likuiditas keuangan di masyarakat, dan mengutamakan program
untuk rakyat dengan melindungi atas kemungkinan dampak krisis. Implementasi
upaya tersebut adalah dengan memastikan semua program pengentasan kemiskinan
tersalurkan dan meningkatkan program-program untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Dalam
menghadapi krisis keuangan dan resesi ekonomi global, dibutuhkan ketenangan
semua pihak agar dapat senantiasa berpikir rasional untuk mencarikan jalan dan
solusi. Meskipun tidak seluruh masalah berada di jangkauan wilayah kebijakan
dan wewenang pemerintah, partisipasi dan peran serta semua pihak, termasuk kita
sebagai praktisi dan pelajar dalam mengatasi dampak krisis keuangan global
mutlak dibutuhkan.
1.2
Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan fenomena tersebut, Makalah ini dibuat
dengan tujuan untuk mengulas tentang pengaruh krisis keuangan global terhadap perdagangan
dan perekonomian internasional. Sehingga dimasa yang akan datang, kita selaku
pelaku ekonomi dapat memahami lingkungan bisnis terkini kita dengan lebih baik.
Dengan memahami fenomena dunia bisnis terkini, kita akan lebih mudah menyusun
strategi dalam beradaptasi di lingkungan global.
1.3
Batasan Masalah
Sebagai batasan pembahasan, Makalah ini hanya berfokus pada
sosialisasi dan pemahaman terhadap krisis keuangan global yang sesungguhnya,
serta mengulas langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam mensuspensi
sektor perdagangan dan perekonomian Indonesia di area internasional.
1.4
Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan cara utama
yang digunakan penulis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, adapun
metode utama penulisan yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan mempergunakan media
situs internet, mula-mula data diambil dan mengklasifikasikan data yang sesuai
dengan pokok masalah (dianalisis) / analitik kemudian diperbaharui.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Perdagangan dalam Globalisasi
Globalisasi
mengacu pada meningkatnya pergerakan barang, jasa dan modal keluar perbatasan
nasional. Perusahaan dapat masuk dan berkompetisi di pasar global atau pasar
internasional dengan banyak cara. Kebanyakan perusahaan pada awalnya membangun
kesuksesan bisnis mereka di tanah air mereka sendiri, dan kemudian mereka mulai
mengekspor produk atau jasa mereka kepada pembeli diluar negeri. Seiring dengan bertambahnya waktu dan
kebutuhan, mereka mulai menyadari bahwa mereka dapat memotong biaya operasional
mereka dengan mengalokasikan beberapa atau semua kegiatan operasional mereka di
negara lain. Dalam prakteknya di luar negeri, terkadang perusahaan mendirikan
perusahaan dan kantor mereka sendiri atau melakukan perjanjian subkontrak
dengan pihak lain diluar negeri. Contohnya, dalam industri pakaian dan sepatu,
perusahaan NIKE, The GAP, dan GUESS memiliki jaringan ekstensive dengan para
subkontraktor diluar Amerika. Dalam merancang dan memproduksi produk mereka,
perusahaan melakukan pembelian barang mentah, komponen, atau supply lainnya
dari vendor diluar Amerika. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan tersebut
mengembangkan "global supply chain" walaupun dalam prakteknya mereka
tidak memproduksi seluruh produk mereka diluar Amerika.
Perdagangan
internasional telah terbentuk sejak ribuan tahun lalu. Awalnya bermula dari
eksplorasi dan kolonialisasi di Afrika, Asia, dan Amerika oleh bangsa Eropa di
awal abad ke 15, dan kemudian selama lebih dari 60 tahun yang lalu, perdagangan
internasional (global commerce) telah
bertransformasi kedalam perekonomian dunia.
Ada
beberapa hal yang mempengaruhi timbulnya akselerasi globalisasi perdagangan
ini, diantaranya adalah:
1.
Tekhnologi Komunikasi yang semakin mempermudah dan
mempercepat komunikasi perusahaan kepada para karyawan, rekanan, dan supplier diseluruh
dunia.
2.
Sistim
Transportasi yang semakin canggih, sehingga memungkinkan perusahaan untuk
melakukan perpindahan barang dan jasa dari satu tempat ke tempat yang lain
dengan cara yang cepat dan murah.
3.
Meningkatnya
sekelompok pemain bisnis transnasional utama, yang berkeinginan mengembangkan bisnis
mereka keluar negri, dan
4.
Adanya reformasi Sosial dan Politik yang telah membuka
pintu area pasar baru bagi perdagangan dunia.
2.2
Institusi
Keuangan Perdagangan Internasional
Regulasi Perdagangan Internasional
diselenggarakan oleh serangkaian organisasi penting yang disebut dengan
Internasional Financial and Trade Institution (IFTI's), yang terdiri dari World
Bank, the International and Monetary Fund (IMF), dan World Trade Organization
(WTO).
2.2.1 World
Bank (WB)
Fungsi dari organisasi ini adalah
untuk menyediakan pinjaman yang ditujukan kepada pembangunan perekonomian
negara-negara yang tergabung dalam anggota. Pada saat ini, WB adalah salah satu
penolong terbesar dalam pembangunan perekonomian dunia. Pendanaan WB
terutama adalah pembangunan jalan, tenaga listrik, saluran air, jembatan, dan proyek
infrastruktur. WB mendapatkan dana pembangunan tersebut dari iuran
negara-negara anggota dan dari dana yang dipinjamkan kedalam pasar modal
internasional. Dalam kaitannya dengan kucuran dan pinjaman dana, WB memberlakukan
peraturan yang ketat untuk memastikan negara penerima pinjaman mampu membayar
kembali hutang-hutang meraka kepada world bank.
2.2.2 International Monetary Fund (IMF)
Organisasi yang biasa dikenal sebagai
adik dari world bank ini bertujuan untuk membuat pertukaran mata uang menjadi
lebih mudah dilakukan bagi negara-negara anggota agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perdagangan internasional.
2.2.3 World Trade Organization (WTO)
WTO
adalah badan internasional yang mendirikan peraturan perdagangan internasional
antar negara. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk mempromosikan
perdagangan bebas, yang diimplikasika dengan mengeliminasi hambatan perdagangan
seperti kuota, tarif, dan lain-lain.
2.3
Strategi Perdagangan Internasional
Saat suatu Negara berkeinginan
memaksimalkan Gain on Trade dalam
rangka peningkatan kemakmuran, maka negara tersebut akan melakukan Strategic Trade Policies atau Strategi
dalam Kebijakan Perdagangan yang terdiri atas dua strategi yaitu :
2.3.1. Export Promotion
Strategi ini adalah kebijakan perdagangan yang
berorientasi untuk peningkatan daya saing komoditi export yang dimiliki. Komponen kebijakan yang sering
dipergunakan antara lain :
·
Pengembalian
Pajak Import bahan baku bila bahan baku tersebut diolah
menjadi barang jadi dan di export kembali Hal ini sering disebut dengan duty
draw back.
·
Pengurangan Pajak bagi Perusahaan yang berorientasi
memproduksi barang – barang export.
·
Subsidi
dan Dukungan Biaya Riset and Development pengembangan produk export
·
Devaluasi untuk peningkatan daya saing produk.
2.3.2 Import
Substitusion
Yaitu strategi dalam kebijakan
perdagangan yang berorientasi untuk membangun atau menciptakan industri yang
tadinya merupakan komoditi Impor dari suatu negara. Tujuan dari
strategi ini adalah penurunan jumlah komoditi impor dan digantikan produksi
dalam negeri untuk komoditi tersebut. Komponen
kebijakan yang sering dipergunakan antara lain :
·
Pengenaan Tarif yang Tinggi untuk komoditi impor
·
Kuota
pada komoditi Impor
·
Non
Tarif Barrier
·
Infant
Industry Model
2.4
Krisis
Keuangan Global, Efek Domino Amerika Serikat
Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami
goncangan, maka dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada
perekonomian dunia. Dalam hal ini, krisis keuangan Amerika Serikat telah
mempengaruhi tatanan sistem keuangan berbagai negara.
2.4.1 Bermula dari Subprime Mortgage
Sejak tahun 1925, di Amerika Serikat sudah ada Undang-undang Mortgage, yaitu Peraturan yang berkaitan
dengan sektor properti, termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS, asalkan
memenuhi syarat tertentu, bisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti,
seperti KPR. Kemudahan pemberian kredit terjadi ketika harga properti di AS
sedang naik. Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat.
Para penyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap selama tiga tahun.
Hal itu membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam
tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan.
Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika
Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak
mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang dengan latar belakang non-income
non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi untuk
menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pinjam. Situasi tersebut
memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage).
Selanjutnya, kredit macet di sektor properti mengakibatkan efek domino
ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. karena, lembaga
pembiayaan sektor properti pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak
lain, termasuk lembaga keuangan.
Jaminan yang diberikan perusahaan pembiayaan kredit properti adalah surat
utang, mirip subprime mortgage securities, yang dijual kepada
lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai negara. Padahal, surat
utang itu ditopang oleh jaminan debitor yang kemampuan membayar KPR-nya rendah.
Dengan banyaknya tunggakan kredit properti, perusahaan pembiayaan tidak
bisa memenuhi kewajibannya kepada lembaga-lembaga keuangan, baik bank
investasi maupun asset management. Hal tersebut mempengaruhi likuiditas
pasar modal maupun sistem perbankan, sehingga mengakibatkan pengeringan
likuiditas lembaga-lembaga keuangan akibat tidak memiliki dana aktiva untuk
membayar kewajiban yang ada. Ketidakmampuan bayar kewajiban tersebut membuat
lembaga keuangan lain yang memberikan pinjaman juga terancam bangkrut.
Kondisi yang dihadapi lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat
juga mempengaruhi likuiditas lembaga keuangan lain, yang berasal dari Amerika
Serikat maupun di luar Amerika Serikat. Terutama lembaga yang menginvestasikan
uangnya melalui instrumen lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Di sinilah
krisis keuangan global bermula.
Untuk menghindari meluasnya krisis subprime mortgage dan membawa
dampak buruk terhadap perekonomian Amerika Serikat, pemerintah Amerika Serikat
dan Bank Sentral Amerika (The Fed) mengeluarkan kebijakan untuk membantu
beberapa lembaga-lembaga keuangan besar tersebut. Upaya tersebut sekaligus
dikemas dalam kebijakan moneter untuk menekan angka inflasi serta menstabilkan
nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat.
Rangkaian tindakan antisipasi di Amerika Serikat telah dimulai pada tanggal
5 September. Saat itu, pemerintah AS mengambil alih perusahaan pembiayaan Fannie
Mae dan Freddie Mac untuk penyehatan arus kas dua perusahaan
tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 16 September The Fed mengucurkan
pinjaman USD 85 miliar ke American International Group untuk mengambil
alih 80 persen saham perusahaan asuransi tersebut. Pada tanggal 18 September
2008, Pemerintah AS meminta Kongres untuk menyetujui paket penyelamatan
ekonomi, berupa dana talangan pemerintah (bailout) USD 700 miliar.
Presiden George Bush menyatakan perekonomian AS dalam bahaya jika Kongres
tidak menyetujui rencana bailout. Meskipun demikian, tanggal 29
September 2008, Kongres AS menolak rencana bailout. Akibatnya, Indeks Dow
Jones merosot 778 poin, posisi yang terbesar dalam sejarah pasar saham di
Amerika Serikat. Akhirnya tanggal 3 Oktober 2008, Kongres menyetujui bailout.
Selanjutnya, Presiden Bush menandatangani UU Stabilisasi Ekonomi Darurat 2008.
Undang-undang yang memuat rencana pengucuran dana talangan pemerintah (bailout)
sebesar USD 700 miliar untuk mengambil alih beberapa perusahaan dan lembaga
keuangan yang merugi di pasar modal AS.
2.4.2 Dampak Krisis Keuangan AS yang Mengglobal
Masalah subprime mortgage di Amerika Serikat sebenarnya sudah mulai
terlihat sejak Agustus 2007. Hal itu sudah ditengarai akan menjadi gelembung
subprime (bubble), akan tetapi pemerintah Amerika Serikat terus
mengucurkan uang dan menurunkan suku bunga untuk mengangkat sektor industri
teknologi yang mengalami penurunan. Usaha
Pemerintah AS dengan mengucurkan dana talangan pemerintah sebesar USD 700,
hanya sementara saja dapat meredam gejolak pasar. Pasalnya, mayoritas investor
di seluruh dunia terpaksa menjual portofolio saham yang dimiliki secara
besar-besaran untuk menutupi kebutuhan likuiditas sehingga mengakibatkan
terhempasnya pasar modal dunia.
Secara khusus di Wall Street, mayoritas investor yang mengalami kerugian
pada saat indeks saham jatuh 777,7 poin, akibat penolakan bailout oleh House of
Representative, Juga ikut menjual portofolio yang ditanam di berbagai
negara, termasuk di Indonesia. Pada tanggal 10 Oktober, indeks bursa berbagai
negara kembali jatuh, sehingga sepuluh bank sentral dari berbagai negara
menurunkan suku bunga agar beban utang para investor yang merugi tidak semakin besar.
2.4.3 Dampak Krisis di Beberapa Kawasan Lain
- Kawasan Eropa
Salah satu negara yang
saat ini terkena dampak krisis finansial AS cukup parah adalah Islandia. Sebelumnya,
Islandia berada
di tingkat ke 4 negara termakmur dengan GNP per kapita sekitar USD60,000 (IMF,
2008). Setelah krisis mata uang Islandia, Krona, terdepresiasi hingga 30
persen. Sementara itu, bank sentral Islandia tidak mampu menjamin simpanan
masyarakat disebabkan utang luar negeri perbankan swasta yang besarnya 11 kali
lipat dari PDB negara itu.
Sebelum krisis, Bank Sentral Islandia menjalankan kebijakan inflation
targeting yaitu menaikkan suku bunga apabila inflasi di atas target dan
menurunkannya di saat inflasi berada di bawah target. Kebijakan tersebut
umumnya berhasil diterapkan pada negara-negara besar, tapi tidak tepat untuk
negara kecil seperti Islandia. Selama kebijakan tersebut berlangsung,
tingkat inflasi berada di atas rata-rata target inflasi dengan suku bunga yang
mencapai lebih dari 15 persen.
Di negara kecil seperti
Islandia, suku bunga yang tinggi merangsang perusahaan domestik dan rumah
tangga untuk meminjam dalam mata uang asing. Hal tersebut jelas menarik minat
spekulan valuta asing, sehingga menyebabkan besarnya arus masuk valuta asing
yang mengakibatkan tajamnya perbedaan nilai tukar valuta asing. Para spekulan
dan debitor juga mendapatkan keuntungan besar dari selisih suku bunga di
Islandia dan luar negeri. Sama halnya dengan keuntungan yang diraih dari
selisih nilai tukar Krona dengan mata uang asing lainnya. Hal tersebut juga
mendorong pertumbuhan ekonomi semu dan meningkatkan laju inflasi.
Hasil akhirnya, adalah
“balon-balon” ekonomi yang diakibatkan oleh interaksi suku bunga domestik dan
banyaknya arus masuk mata uang asing ke Islandia. Perbedaan nilai tukar Krona
Islandia yang jauh dari fundamental ekonomi realistis mengakibatkan menurunnya
nilai mata uang tersebut. Bank Sentral Islandia gagal untuk mencegah naiknya
nilai tukar dan gagal untuk meningkatkan cadangan devisa mereka.
Keadaan ini diperparah dengan utang luar negeri bank-bank swasta
yang terlalu besar, sehingga Bank Sentral Islandia tidak mampu lagi memberikan
jaminan atas aset-aset bank tersebut maupun memberikan jaminan likuiditas. Berbeda dengan negara Eropa lainnya yang masih mampu menjamin simpanan
masyarakat pada level tertentu.
- Kawasan Asia Pasifik
Sistem pasar bebas membuat
negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun terkena dampak krisis keuangan
global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa muncul melalui financial
market. Dalam kasus Jepang, Cadangan
devisa USD 1 triliun tak menjamin Jepang bebas dari krisis finansial global.
Sejak awal Oktober 2008,
indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi sekitar 20 persen. Hal yang sama
juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia. Dampak lain yang bisa dilihat
adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara Asia. Contoh paling dekat adalah
perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dapat terpengaruh
besar, karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa
keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS
akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa
dikirim secara besar-besaran ke Amerika Serikat
Laporan kuartal IV-2007,
ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok menjadi 6
persen. Itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap
negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang dianggap memiliki
kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks Shanghai anjlok
dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan mengalihkan ke pasar
regional tentunya termasuk Indonesia.
Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan
pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga
mewaspadai adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak
terpenuhinya pasar ekspor mereka di Amerika Serikat.
2.5
Kebijakan Berbagai Negara Atasi Dampak Krisis Global
2.5.1 Amerika
Serikat
Disektor keuangan, kebijakan yang diambil pemerintah AS adalah memberikan
dana talangan (bailout) sebesar USD700 miliar. Dana ini ditujukan untuk
menyelamatkan institusi keuangan dan perbankan demi mencegah krisis ekonomi
yang berkepanjangan. Bailout dilakukan dalam bentuk pembelian surat
utang subprime mortgage yang macet dari investor. Selain itu,
pemerintah juga berjanji membeli surat berharga jangka pendek USD900 miliar. Disis
lain, Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) juga mengumumkan rencana
radikal untuk menutup sejumlah besar utang jangka pendek yang bertujuan
menciptakan terobosan dalam kemacetan kredit yang mengakibatkan krisis
finansial global.
Disektor riil, presiden Amerika yang baru, Obama, merencanakan pengadaan
proyek infrastruktur besar dalam pembangunan fasilitas-fasilitas domestik
Amerika, seperti pembangunan jalan dan jembatan. Hal ini diharapkan akan dapat
menciptakan banyak lapangan pekerjaan, yang akhirnya dapat meningkatkan tingkat
konsumsi masyarakat dan menstimulasi perbaikan perdagangan.
2.5.2 Kawasan Eropa
A. Islandia
Untuk mengatasi dampak krisis keuangan global, Pemerintah Islandia
menasionalisasi Bank Glitnir yang bangkrut. Kemudian memecat Dewan
Direksi Landsbanki, serta memberikan suntikan dana pada bank-bank
bermasalah. Dalam mestabilkan nilai tukar mata uang Krona, yang diperdagangkan
hingga 202 Krona per Eur 1 (satu Euro), pemerintah mematok kurs Krona Eslandia
setara dengan 131 Krona per Eur 1. Dan setelah otoritas moneter Islandia tidak
mampu lagi menjamin aset-aset bank, Rusia memberikan suntikan dana USD 37
miliar ke bank-bank besar Islandia, demikian juga Swedia ikut turun tangan
memberikan suntikan dana sebesar USD 702 juta.
Pemerintah
Islandia optimis dalam jangka panjang akan bisa recovery karena memiliki
potensi cadangan gas alam dan sumber daya manusia yang handal.
B. Inggris
Otoritas
moneter Inggris menurunkan suku bunga 0,5 persen menjadi 4,5 persen. Langkah lain yang
dilakukan adalah merekapitalisasi Santander, Barclays, HBOS,
HSBC, Lloyds TSB, Nationwide Building Society, Royal
Bank of Scotland,
dan Standart Chartered. Pemerintah juga menjamin utang berupa surat
berharga berjangka pendek dengan nilai USD 250 miliar untuk jangka menengah. Selain
itu, Bank of England juga menyediakan GBR 200 miliar (200 miliar
poundsterling) untuk pinjaman jangka pendek perbankan.
C. Perancis
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy di depan
sidang kabinet mengatakan, negara siap menolong permodalan bank-bank utama di
Perancis. Selain itu pemerintah Perancis juga meminta Jepang dan Pemimpin G-8
untuk melakukan pertemuan darurat untuk menenangkan krisis.
D. Rusia
Pemerintah
menutup bursa saham sebagai usaha untuk membendung kepanikan investor akibat
penurunan indeks saham, dan meminjamkan dana sebesar USD 37 miliar kepada
bank-bank besar. Pemerintah Rusia juga akan memberikan
suntikan dana 500 miliar rubel kepada Sberbank, 200 miliar rubel pada VTB (Bank
milik pemerintah). Selain itu Rusia juga menyerukan pertemuan G-8 dan meminta
keterlibatan Cina dalam melakukan upaya bersama untuk mengatasi krisis
E. Uni
Eropa
Para menteri keuangan 27 negara anggota
Uni Eropa segera melakukan pertemuan untuk membahas jumlah simpanan maksimum
yang akan mendapatkan jaminan pemerintah. Pembahasan dikhususkan untuk
memastikan peningkatan jumlah simpanan yang dijamin oleh negara masing-masing.
Selain itu, Uni Eropa juga menurunkan suku bunga Bank Sentral Eropa dari 0,5
persen menjadi 3,75 persen.
2.5.3 Kawasan Asia
Pasifik
A. China
Untuk mengantisipasi
dampak krisis ekonomi People’s Bank of China (PBOC) sebagai otoritas
moneter menurunkan suku bunga dari 7,2 persen menjadi 6,93 persen. Selanjutnya,
Pemerintah China
berjanji membantu AS dalam mengatasi krisis.
B. Korea
Selatan
Pemerintah Korea
Selatan meminta teknokrat ekonomi menyiapkan rencana-rencana darurat dalam mengantisipasi
dampak terburuk krisis keuangan AS dan mengusulkan koordinasi dengan Menteri
Keuangan Cina dan Jepang. Pemerintah juga meminta otoritas perbankan menjamin
kebutuhan dana perusahaan lokal, termasuk kebutuhan terhadap dolar AS.
C. Thailand
Federasi Industri
Thailand mengajukan langkah-langkah kepada menteri keuangan untuk melakukan
Penurunan bea masuk impor, Peningkatan keyakinan konsumen, Penurunan pajak
korporasi, dan Meminta otoritas moneter untuk mengawasi produk-produk investasi
asing yang dapat memperburuk kondisi keuangan Thailand.
D. Australia
Bank Sentral Australia menurunkan suku bunga menjadi 6 persen untuk
melonggarkan likuiditas yang mulai terasa kurang di sistem perbankan
Australia.
Krisis finansial dunia yang berdampak terhadap
bank-bank komersial, memukul mata uang, menekan ekspor, dan mengganggu produksi
saat ini sudah mempengaruhi bisnis properti di sejumlah negara. Di China,
penutupan pabrik sudah mulai terjadi. Merespons krisis keuangan global, umumnya
bank sentral di berbagai negara memangkas suku bunga. Sebagian besar negara
menjamin penuh seluruh dana masyarakatnya.
Lembaga pemeringkat kredit internasional Standard & Poor’s
(S&P) menyebutkan, sebagian besar negara Asia Pasifik akan menghadapi
tantangan dari efek babak pertama resesi Amerika Serikat (AS). Tetapi, kawasan
ini diperkirakan mampu menepis dampak buruk resesi AS. Dalam laporannya,
lembaga itu mengungkapkan implikasi-implikasi dampak resesi bagi fundamental
ekonomi dan kredit sejumlah pemerintahan di kawasan Asia Pasifik. Menurut S&P, permintaan domestik dan perdagangan antar kawasan
diperkirakan mampu mengatasi dampak langsung merosotnya permintaan impor AS.
Meskipun demikian, negara-negara Asia Pasifik juga harus bertarung
mengantisipasi risiko-risiko lain yang disebabkan melonjaknya harga-harga
sumber energi dan makanan, ketatnya likuiditas global, serta kemungkinan
melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa.
Sebagian besar negara di kawasan Asia
Pasifik, pada dasarnya dapat mengatasi dampak krisis keuangan global, karena
tingginya prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan secara keseluruhan, kapasitas
kebijakan fiskal dan moneter untuk memitigasi efek buruk resesi, dan solidnya
dukungan dana bagi negara-negara yang kurang maju.
2.6
Perekonomian Indonesia Di Pusaran Krisis Global
Fundamental ekonomi di
Indonesia saat ini cukup kuat dalam menghadapi efek domino krisis keuangan
global. Hal tersebut bisa dilihat dari indikator Pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang meningkat dari 5,5 persen di tahun 2006 menjadi 6,3 persen pada tahun
2008. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak krisis tahun 1998.
Indikator lain adalah terkendalinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
(USD), laju inflasi yang relatif terkendali, menurunnya suku bunga (BI Rate),
dan penerimaan dalam negeri (pajak) terus meningkat. Untuk beberapa tahun kedepan, inflasi Indonesia akan terjaga seiring dengan menurunnya
goncangan ekonomi domestik dan fundamental ekonomi Indonesia yang semakin kuat
(Aksa, 2008).
2.7
Dampak Krisis Keuangan Global bagi Indonesia
Krisis keuangan di AS
mengakibatkan pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan
non-bank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Pengeringan likuiditas
akan memaksa para investor dari institusi keuangan AS untuk melepas
kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas
keuangan institusi mereka.
Aksi tersebut akan
menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di pasar modal
Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang
menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga
mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut.
Krisis keuangan
di AS yang merambah ke beberapa negara lainnya juga akan mengancam perdagangan
beberapa produk ekspor Indonesia di pasar AS, Jepang, dan kawasan Uni Eropa
yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya mengingat produk
ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut, sedangkan di
dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk impor China
yang lebih murah.
Nilai tukar mata uang
negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap mata uang dolar AS, namun
apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang lainnya masih menunjukkan
kondisi yang lebih baik. Selama 1 Jan- 10 Oktober 2008, Rupiah hanya terdepresiasi
sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina (16%) dan juga Thailand
(17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih terjaga menghadapi krisis
ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global memberikan dampak langsung
ataupun tidak langsung terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Dampak langsung
yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure
atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi-institusi keuangan
Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia yang
menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers. Sedangkan dampak tidak
langsung krisis finansial global, antara lain;
·
Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk pengeringan
likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas, dan melemahnya
pertumbuhan sumber dana.
·
Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar
terhadap berbagai institusi keuangan yang ada.
·
Flight to quality, pasar modal Indonesia
terkoreksi akibat indikasi melemahnya mata uang rupiah
·
Kurangnya pasokan
likuiditas di sektor keuangan karena kebangkrutan berbagai institusi keuangan
global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability
perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya,
pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala
dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan
dana).
·
Menurunnya tingkat permintaan dan harga
komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor secara
signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan yang semakin melebar dalam
beberapa waktu mendatang.
·
Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan
menyulitkan penggalangan capital inflow dalam jumlah besar untuk
menutup defisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar keuangan
global.
Selain hal diatas, Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan
Eropa yang berdampak negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas
terlalu besar bagi Indonesia. Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar
negeri hanya 10 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
2.8
Langkah Penyelamatan
Perekonomian Indonesia dalam Krisis Global
2.8.1 Pemberian Arahan
Pada tanggal 6 Oktober 2008, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono memberikan 10 arahan kepada jajaran Menteri Kabinet
Indonesia Bersatu dan para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Arahan tersebut dimaksudkan untuk
mempertahankan kestabilan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sepuluh arahan itu
antara lain adalah:
1.
Himbauan untuk
bersikap optimis dan bersinergi untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi
guna mengelola serta mengatasi dampak krisis keuangan yang terjadi di Amerika
Serikat.
2. Pemanfaatan perekonomian domestik dan mengambil
pelajaran dari krisis 1998, di mana sabuk pengaman perekonomian domestik adalah
sektor UMKM, pertanian, dan sektor informal.
3.
Optimasi APBN 2009 untuk memacu pertumbuhan
dan membangun social safety net. Optimasi
ini memperhatikan penyediaan infrastruktur dan stimulasi pertumbuhan,
alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan yang tetap menjadi prioritas,
defisit anggaran yang harus “tepat” dan “rasional”
4.
Tetap menggerakkan Dunia
usaha khususnya sektor riil, agar penerimaan negara tetap terjaga dan
pengangguran tidak bertambah.
5. Menghimbau semua pihak untuk melakukan perdagangan dan kerjasama ekonomi
dengan negara sahabat.
6. Menggalakkan kembali penggunaan
produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat.
7. Memperkokoh sinergi dan kemitraan (partnership)
pemerintah dengan perbankan dan dunia usaha.
8. Menghimbau semua kalangan untuk meghindari sikap egisektoral dan memandang
remeh masalah.
9. Mengutamakan kepentingan rakyat diatas
kepentingan golongan dan pribadi.
10. Menghimbau Semua pihak untuk
melakukan komunikasi dengan tepat dan bijak kepada rakyat.
2.8.2 Langkah Kebijakan
Sebagai implementasi Sepuluh Arahan Presiden, beberapa langkah
kebijakan telah diambil untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak krisis
keuangan global. Rangkuman langkah tersebut dipaparkan sebagai berikut:
a.
Kepastian
Hukum dan Jaminan Investasi
Mengacu pada krisis ekonomi tahun 1998, langkah-langkah prioritas
yang dilakukan pemerintah antara lain adalah mengutamakan proteksi rakyat
kecil, memastikan ketersediaan kebutuhan sehari-hari, biaya kesehatan,
pendidikan dan layanan publik lainnya agar tidak mengalami gangguan. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan beberapa insentif untuk
memastikan sektor riil terus bergerak. Sekalipun gejolak pasar saham dan
fiskal banyak dipengaruhi oleh hal-hal di luar jangkauan pemerintah, karena
harus tunduk pada hukum global.
b. Perkuat dan Jaga
Ketahanan Sektor Riil
Langkah kebijakan
pemerintah untuk menjaga agar perekonomian tetap stabil di tengah krisis antara
lain dengan mendorong kinerja melalui pemberian insentif dan disinsentif. Pemerintah akan menerapkan insentif ekspor berupa perbaikan iklim dan
pengurangan biaya transaksi ekspor. Kebijakan itu dibuat untuk mencegah imbas
krisis keuangan global. Selain itu pemerintah juga akan merestitusi pajak
penjualan dan bea masuk termasuk strategi ekspansi ke pasar baru dan
mengamankan dari produk ilegal.
Selain
itu, Pemerintah juga terus berupaya menarik penanam modal luar negeri maupun
domestik untuk tetap menanamkan modalnya di sektor riil. Beberapa langkah yang
dilakukan diantaranya perbaikan masalah yang dikeluhkan investor, dan
pengendalian impor barang yang bersifat konsumtif melalui peningkatan pengadaan
dalam negeri.
Untuk dapat meningkatkan
ketahanan ekonomi Indonesia di sektor riil, Pemerintah mendorong sektor swasta
untuk meningkatkan pertumbuhan usaha berbasis industri manufaktur sehingga
dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Adapun basis industri
manufaktur yang didorong pertumbuhannya oleh pemerintah adalah:
1. Tekstil dan Produk Tekstil
2. Alas Kaki
3. Keramik
4. Elektronika Konsumsi
5. Pulp dan Kertas
6. Petrokimia
7. Semen
8. Baja
9. Mesin Listrik & Alat Listrik
10. Alat Pertanian
11. Peralatan Pabrik
Pemerintah juga
melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya produk luar dengan membatasi
laju impor serta meningkatkan pengamanan pasar domestik dari produk impor
ilegal atau politik dumping. Selain itu, Pemerintah juga akan melakukan
penutupan pelabuhan-pelabuhan gelap, yang sering digunakan sebagai sarana
penyelundupan barang ilegal, serta memperketat pengawasan bongkar muat barang
di pelabuhan dan sepanjang pantai Indonesia.
Dalam menghadapi krisis keuangan
global ini, pemerintah juga memberikan perhatian khusus kepada Industri Kecil
dan Menengah (IKM), untuk menjaga tetap tersedia lapangan kerja bagi masyarakat
pedesaan. Dalam sektor UKM, pemerintah terus memastikan kelangsungan program
kredit untuk rakyat dan berbagai program fasilitasi UKM lainnya. KUKM perlu
ditingkatkan karena, sektor KUKM Indonesia ditunjang oleh 48,9 juta unit usaha
yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Kontribusi bagi
Kontribusi KUKM terhadap PDB sebesar Rp 1.778 triliun (53,3 persen) dan
menyerap tenaga kerja 96 persen. Pemerintah juga mendukung usaha peningkatan
hasil komoditi di beberapa sektor usaha.
Di sektor pertanian,
pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan budidaya udang,
kerang, kopi, coklat, ikan segar, dan daging. Sementara, dalam sektor industri
terdapat minyak nabati, getah karet alam, kertas dan kertas koran, serta
barang tembaga.
c. Stabilisasi Moneter
Pemerintah melalui Bank
Indonesia akan menempuh beberapa langkah, yaitu memperkuat likuiditas sektor
perbankan, yaitu menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang sesuai untuk
mendukung target pertumbuhan ekonomi, dan mengambil kebijakan neraca pembayaran.
Upaya tersebut diantaranya adalah :
1.
Antisipasi pengeringan likuiditas global dengan memperkuat sektor
perbankan, pertumbuhan kredit dijaga pada level yang tetap mampu mendukung
pertumbuhan ekonomi.
2.
Pencarian pembiayaan defisit anggaran pendapatan dan belanja
negara dari sumber nonpasar dan sumber-sumber pembiayaan lainnya, karena pembiayaan
melalui penerbitan surat
utang makin sulit dilakukan.
3.
Pemantauan neraca pembayaran dengan menjaga
momentum arus modal ke dalam negeri.
4.
Pemantauan penggunaan anggaran kementerian dan lembaga negara.
Berkaitan
dengan pengeringan likuiditas di pasar keuangan dan perbankan, BI
menyederhanakan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk menambah kepercayaan
diri bank terhadap kondisi likuiditas perbankan yang melemah akibat krisis
keuangan global. Giro Wajib Minimum (statutory reserve) adalah simpanan
minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada
Bank Indonesia yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bank.
Langkah lain yang ditempuh Bank Indonesia diantaranya adalah
membuka ruang untuk repo Surat Utang Negara (SUN) atau SBI yang
diperpanjang masa berlakunya hingga tiga bulan. Untuk menjaga kesinambungan
pertumbuhan 2009, Bank Indonesia
memastikan bahwa inflasi tahun 2009 terkendali pada kisaran 6,5-7,5 persen.
Dengan pertimbangan tetap mewaspadai gejolak yang terjadi saat ini dan tetap
fokus menjaga nilai rupiah yang tercermin dari inflasi dan nilai tukar.
Dan yang terakhir, BI Rate disesuaikan menjadi 9,5 persen agar
suku bunga riil tetap terjaga pada kisaran 2-2,5 persen. Dalam
jangka pendek, kenaikan BI Rate ditujukan untuk menurunkan ekspektasi
inflasi pelaku pasar. Ekspektasi inflasi yang tinggi telah membuat nilai tukar
jatuh melewati batas psikologis Rp9.500 per dollar AS. Padahal, inflasi tinggi
amat berbahaya, karena dapat menurunkan nilai aset yang dimiliki masyarakat
golongan bawah.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdagangan
Internasional pada masa ini tidak terlepas dari pengaruh krisis Global. Krisis
yang melanda ini bermula dari permasalahan subprime mortgage Amerika yang
kemudian mengakibatkan efek domino bagi perdagangan dan perekonomian negara
lainnya. Akibat parah yang dirasakan dari adanya efek domino ini dialami oleh Amerika
sendiri, negara-negara Eropa dan Asia yang banyak bergantung pada aktivitas
pendanaan dan pasar modal, dan negara-negara lain yang kurang mengandalkan
sektor riil mereka sebagai pondasi ekonominya.
Dampak yang telah
dirasakan bagi negara-negara yang melakukan perdagangan internasional adalah
Bangkrut dan meruginya institusi keuangan, Bank, dan korporasi; Inflasi
meningkat, Pertumbuhan ekonomi menurun, dan Indeks Bursa yang runtuh. Fenomena
ini menjadikan negara-negara yang terpukul oleh karena krisis keuangan global
melakukan berbagai upaya dalam mengatasi dampak krisis ini. Langkah-langkah
antisipasi yang dilakukan negara-negara di Eropa, Amerika dan Asia diantaranya
adalah mengajukan rencana bailout atau mengeluarkan dana talangan bagi
perusahaan keuangan dan Industri yang hampir bangkrut, penurunan suku bunga,
menasionalisasi perusahaan swasta, pengambil alihan untuk penyehatan, penutupan
bursa, melarang short selling, meningkatkan jaminan deposito, buy back saham,
dan meningkatkan insentif bagi eksportir.
Bagi Indonesia sendiri, dampak yang
dirasakan adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure
atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi-institusi keuangan
Amerika Serikat yang bermasalah. Selain itu, dampak tidak
langsung yang dirasakan adalah terpegaruhnya momentum pertumbuhan ekonomi
Indonesia, Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar
terhadap berbagai institusi keuangan, terkoreksinya pasar modal Indonesia,
Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan, dan Menurunnya tingkat
permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia. Dalam mengatasi hal
tersebut, pemerintah melakukan beberapa langkah kebijakan, diantaranya adalah
memberi kepastian hukum dan jaminan investasi, memperkuat dan menjaga ketahanan
sektor riil, melakukan stabilisasi moneter, dan menjalankan program jaring
pengaman sosial.
3.2 Saran
Konsekuensi logis dari
krisis global yang bermula di Amerika Serikat akan membuat pasar di Amerika dan
Eropa akan lebih tertutup. Oleh karena itu, diperlukan kecerdasan untuk mencari
peluang sasaran ekspor lain atau membuat produk ekspor yang lebih kompetitif
dibandingkan produk negara-negara lain.
Bagi para praktisi dan
pelaku ekonomi di Indonesia, hendaknya mendukung program-program yang telah
dijalankan dan direncanakan pemerintah dalam menghadapi krisis keuangan global
ini. Langkah praktis dan sederhana yang bisa diambil antara lain adalah:
1.
Bersikap Optimis bahwa
perekonomian akan membaik.
Dengan bersikap optimis, maka kepercayaan
kita terhadap kemampuan diri sendiri dan kemampuan negara dalam mengatasi
masalah akan meningkat, hal ini akan membuat kita terhindar dari sikap pesimis
yang tidak perlu sehingga kita dapat akan tetap dapat mempertahankan pola pikir
yang benar dalam menyikapi berbagai bentuk permasalahan. Pola
pikir yang benar dan sehat dari sikap optimis akan melahirkan pola dan sikap
hidup yang baik.
2.
Mendukung penuh penguatan sektor riil dengan mengubah pola konsumsi
kita dari produk impor ke produk dalam negeri yang tersedia.
Dengan
dukungan penuh kita terhadap sektor riil dalam negeri, maka perekonomian dalam
negri kita akan meningkat. Dengan perekonomian dalam negeri yang meningkat, maka
devisa akan meningkat, lapangan kerja bertumbuh, jumlah pengangguran menurun,
tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat akan membaik, kriminalitas menurun,
kita selaku warga negara akan dapat menikmati hidup yang lebih baik.
3.
Membayar Pajak dengan jujur dan tepat waktu
Dengan
pembayaran pajak yang jujur dan tepat waktu, maka secara langsung kita telah
berperan dalam supply anggaran yang ditujukan untuk mensejahterakan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar